Pages

Rabu, 07 Februari 2018

Why I Choose Veterinary Medicine

Assalamualaikum ●ᴥ●

Hai, di posting ini aku akan cerita mengapa aku memilih jurusan kedokteran hewan sebagai tempat aku berkuliah.

Ketika mendengar kata “dokter hewan” atau “kedokteran hewan”, mungkin yang terfikir pertama kali adalah: kucing, anjing, sapi, kambing, ayam, atau hewan ternak lainnya. Atau mungkin “berarti pegang anjing/ babi”, “kayaknya menjijikkan”, atau yang paling umum “kerjanya pasti di kandang”. Ya, pikiran-pikiran tersebut juga muncul ketika aku diterima di jurusan ini melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).


Sedikit curhat, bahwa sebenarnya bukan aku yang memilih jurusan ini, tetapi Ayahku. Beliau menyarankan jurusan ini setelah aku tidak diterima di fakultas kedokteran di beberapa universitas yang aku daftar :”(. Ayahku juga beralasan bahwa kedepannya profesi dokter hewan akan banyak dibutuhkan, terutama di daerah tertentu yang memiliki populasi hewan ternak yang besar. Aku pun mengiyakan, karena kupikir pilihan orang tua adalah yang terbaik untuk anaknya.

Ketika aku masuk dan mulai berkuliah, ternyata beberapa pandangan-pandangan negatif yang sebelumnya kupikirkan dipatahkan oleh dosen-dosenku. Bahwa menjadi dokter hewan tidak melulu hanya mengurusi hewan, tetapi juga secara tidak langsung meningkatkan kesejahteraan manusia. Dalam dunia kedokteran hewan, ada semboyan yang menjadi pegangan bagi setiap dokter hewan. “MANUSYA MRIGA SATWA SEWAKA”, yang artinya mensejahterakan manusia melalui hewan. Tentu awalnya aku pun tidak paham, namun seiring dengan berjalannya waktu, dengan tugas dan praktikum yang aku dapatkan, aku pun mulai paham. Daging, telur, dan susu yang masyarakat konsumsi tidak serta merta diambil dari hewan lalu diperjual belikan. Tetapi melalui pemeriksaan yang dilakukan/ dipimpin oleh dokter hewan. Penyakit rabies, flu burung, tetanus, dan penyakit lainnya yang berasal dari hewan, kemudian dapat diderita oleh manusia (disebut penyakit zoonosis), profesi ini menjadi barisan terdepan dalam pemberantasannya. Sehingga angka kejadian penyakit tersebut di Indonesia sudah semakin menurun.

Salah satu dosenku juga mempelajari stem cell, yang selama ini ku tahu merupakan ilmu kedokteran pada manusia yang telah menyelamatkan banyak nyawa. Beliau menjadi salah satu pioner dalam perkembangan stem cell di Indonesia. Juga ada seorang senior yang beberapa waktu lalu sempat viral, karena foto yang menggambarkan beliau seperahu dengan harimau Sumatra yang sedang pingsan. Tentu masih banyak lagi yang tidak bisa aku ceritakan, mengapa profesi ini begitu penting. Namun, tetap saja. Hanya segelintir orang yang memahami, sedangkan yang lainnya hanya mencemooh.

Tidak mudah untuk menanamkan pola pikir positif pada profesi ini, sosialisasi pun telah dilakukan oleh para senior ataupun rekan seprofesi. Dengan ini, aku pun tentunya tidak boleh meremehkan profesi-profesi lainnya. Dulu aku sempat meremehkan beberapa profesi yang menurutku kurang efisien ataupun prospek kerja kedepannya kurang bagus. Dengan (pernah) diremehkan saat aku berkuliah di jurusan ini aku mengerti bagaimana rasanya dipandang sebelah mata saat berusaha menjalani cita-cita. Tidak ada profesi yang buruk, bahkan seorang pencopet pun menjalani profesi tersebut bisa karena menafkahi keluarga (bukan berarti aku mendukung pencopet ya...). Profesi tukang sampah, yang kadang diremehkan, menutup hidung saat melewatinya. Tetapi tanpa mereka, sampah di rumahmu menumpuk, lingkunganmu menjadi kotor dan bau, sampah banyak menyumbat selokan, karena tidak ada orang yang membuangnya. Sesulit apapun itu, walaupun tengah malam harus berjaga, seharian mengelilingi tempat sampah, atau berjibaku dengan kotoran, selama tujuan dan hasil yang didapat positif, maka lakukanlah... Jangan dengarkan orang lain, karena mereka hanya bisa bicara, tanpa tahu perjuanganmu, tanpa tahu bagaimana kondisimu.

Jadi, untuk seluruh reader (dan aku sendiri tentunya) jangan mendeskritkan suatu profesi yang dianggap kurang menghasilkan profit atau alasan lainnya. Seluruh profesi itu sama, tergantung orang yang menjalani apakah memiliki niat yang baik atau tidak dalam menjalaninya. Aku pernah mendengar cerita, bahwa seseorang setiap hari menanam bibit pohon di bukit tandus. Orang sekelilingnya mencemooh. Hal tersebut dilakukan selama lebih dari 10 tahun. Kemudian orang yang dulu mencemoohnya balik memuji. Karena bukit tandus tersebut telah menjadi hutan yang rindang, sehingga banyak sumber makanan yang dapat dimanfaatkan :)

Jadi, kalau ditanya apakah aku malu masuk ke jurusan ini? Jawabanku adalah TIDAK. Karena tujuanku masuk ke dunia ini adalah menolong sesama serta membanggakan orang-orang di sekitarku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar